Bulu Babi merupakan salah satu jenis komoditas
perairan yang gonadnya dimanfaatkan sebagai sumber pangan potensial.
Gonad yang banyak dicari konsumen adalah gonad yang bertekstur kompak, padat,
tidak berlendir, dan berwarna kuning cerah. Selain menjadi sumber pangan dunia,
Bulu Babi ternyata memiliki fungsi ekologis yang sangat penting. Kematian
massal Bulu Babi yang pernah terjadi di perairan Pasifik Barat dengan tingkat
kematian mencapai 93-100% ternyata mengakibatkan terjadinya biomassa alga
meningkat sehingga kesetimbangan ekosistem terganggu. Biota laut berduri ini
juga ternyata memiliki keunikan yang tidak lazim yaitu kemampuan hidup yang
dapat mencapai 200 tahun. Selain itu, Bulu Babi juga dinyatakan sebagai saudara
tua manusia dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa 70 persen gen Bulu
Babi ternyata memiliki kemiripan dengan manusia.
Perikanan Bulu Babi telah dikenal semenjak 1000 tahun sebelum
Masehi, terutama di kawasan Mediterania (SLOAN 1985). Di Eropa Barat bagian
selatan, perikanan Bulu Babi terutama berkembang di Perancis dan Italia. Gonad Bulu
Babi diolah menjadi masakan dengan bumbu khusus. Selain di Eropa Barat bagian
selatan, kebiasaan makan gonad Bulu Babi ini juga telah membudaya di Jepang dan
Korea. Di Jepang gonad Bulu Babi dikenal dengan sebutan “uni”, dan merupakan
komponen utama dalam jenis masakan yang disebut “sushi”. Selain dimakan dalam
bentuk masakan yang diolah khusus, gonad Bulu Babi ini juga dimakan mentah
dengan bumbu cuka, kecap atau diasin. Produk Bulu Babi di Jepang dihasilkan
sendiri, disamping itu juga diimpor dari berbagai negara seperti ; Amerika,
Kanada, Meksiko, Cili, Peru, Hongkong, Taiwan, Australia dan Filipina. Di
daerah Karibia, Bulu Babi ini dikonsumsi oleh penduduk setempat terutama di
Barbados. Selain itu juga dikonsumsi oleh imigran asal Italia dan Perancis,
yang telah menetap di Amerika dan di Australia. Bagian Bulu Babi yang dimakan
adalah bagian yang dikenal dengan gonad, baik gonad jantan maupun gonad betina.
Pada Bulu Babi regular, setelah cangkang luar dipotong melintang akan terlihat
lima lobus gonad yang berwarna kuning muda, krem sampai coklat tua. Ukuran dan
berat gonad ini akan mencapai maksimum menjelang masa memijah. Di Indonesia Bulu
Babi dimakan sebagai campuran sayur, seperti di Pulau-Pulau Seribu dan daerah
Nusa Tenggara Barat dan Timur.
Deskripsi dan Klasifikasi Bulu Babi
Bulu Babi termasuk Filum Echinodermata, bentuk dasar tubuh segilima.
Mempunyai lima pasang garis kaki tabung dan duri panjang yang dapat digerakkan.
Kaki tabung dan duri memungkinkan binatang ini merangkak di permukaan karang
dan juga dapat digunakan untuk berjalan di pasir. Cangkang luarnya tipis dan
tersusun dari lempengan-lempengan yang berhubungan satu sama lain (www.pipp.dkp.go.id)
Diadema
setosum merupakan satu diantara jenis Bulu Babi
yang terdapat di Indonesia yang mempunyai nilai konsumsi (Azis 1993 dalam
Ratna 2002). Diadema setosum termasuk dalam kelompok echinoid beraturan
(regular echinoid), yaitu echinoid yang mempunyai struktur cangkang
seperti bola yang biasanya sirkular atau oval dan agak pipih pada bagian oral
dan aboral. Permukaan cangkang di lengkapi dengan duri panjang yang
berbeda-beda tergantung jenisnya, serta dapat digerakkan (Barnes 1987 dalam
Ratna 2002). Klasifikasi Bulu Babi spesies Diadema setosum adalah:
|
||||||||||||||
Hewan yang memiliki nama Internasional sea urchin atau edible sea
urchin ini tidak mempunyai lengan. Tubuhnya umumnya berbentuk seperti bola
dengan cangkang yang keras berkapur dan dipenuhi dengan duri-duri (Nontji
2005). Durinya amat panjang, lancip seperti jarum dan sangat rapuh.
Duri-durinya terletak berderet dalam garis-garis membujur dan dapat
digerak-gerakkan, panjangnya dapat mencapai ukuran 10 cm dan lebih. Penyelam
yang tidak menggunakan alas kaki mudah sekali tertusuk durinya sehingga akan
sedikit merasakan demam karena bisa pada duri tersebut, racunnya sendiri dapat
dinetralisir dengan amonia, perlakuan asam ringan (jeruk lemon atau cuka).
Berdasarkan bentuk tubuhnya, kelas Echinodoidea dibagi dalam dua subkelas
utama, yaitu Bulu Babi beraturan (regular sea urchin) dan Bulu Babi
tidak beraturan (irregular sea urchin) (Hyman 1955 dalam Ratna
2002), dan hanya Bulu Babi beraturan saja yang memiliki nilai konsumsi (Lembaga
Oseanologi Nasional 1973 dalam Ratna 2002). Tubuh Bulu Babi sendiri
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian oral, aboral, dan bagian diantara oral
dan aboral (Lembaga Oseanologi Nasional 1973 dalam Ratna 2002). Pada
bagian tengah sisi aboral terdapat sistem apikal dan pada bagian tengah sisi
oral terdapat sistem peristomial. Lempeng-lempeng ambulakral dan
interambulakral berada diantara sistem apikal dan sistem peristomial. Di
tengah-tengah sistem apikal dan sistem peristomial termasuk lubang anus yang
dikelilingi oleh sejumlah keping anal (periproct) termasuk diantaranya
adalah keping-keping genital. Salah satu diantara keping genital yang berukuran
paling besar merupakan tempat bermuaranya sistem pembuluh air (waste
vascular system). Sistem ini menjadi cirri khas Filum Echinodermata,
berfungsi dalam pergerakan, makan, respirasi, dan ekskresi. Sedangkan pada
sistem peristomial terdapat pada selaput kulit tempat menempelnya organ “lentera
aristotle”, yakni semacam rahang yang berfungsi sebagai alat pemotong dan
penghancur makanan. Organ ini juga mampu memotong cangkang teritip, molusca
ataupun jenis Bulu Babi lainnya (Azis 1987 dalam Ratna 2002). Di sekitar
mulut Bulu Babi beraturan kecuali ordo Cidaroidea terdapat lima pasang insang
yang kecil dan berdinding tipis (Hyman 1955 dan Barnes 1987 dalam Ratna
2002).
Hewan unik ini juga memiliki kaki tabung yang langsing panjang,
mencuat diantara duri-durinya. Duri dan kaki tabungnya digunakan untuk bergerak
merayap di dasar laut. Ada yang mempunyai duri yang panjang dan lancip, ada
pula yang durinya pendek dan tumpul. Mulutnya terletak dibagian bawah menghadap
kedasar laut sedangkan duburnya menghadap keatas di puncak bulatan cangkang.
Makanannya terutama alga, tetapi ada beberapa jenis yang juga memakan
hewan-hewan kecil lainnya (Nontji, 2005).
Pada umumnya Bulu Babi berkelamin terpisah, dimana jantan dan betina
merupakan individu-individu tersendiri (gonochorik/dioecious). Spesies
gonochorik secara khusus memiliki rasio seks sendiri dan jarang bersifat
hemafrodit. Munculnya hemafrodoitisme pada Tripneustes gratilla adalah 1
dari 550 individu. Pembelahan Bulu Babi terjadi secara eksternal, dimana sel
telur dan sel sperma di lepas ke dalam air laut di sekitarnya (Sugiarto dan
Supardi 1995 dalam Ratna 2002). Gonad jantan dan betina pada Bulu
Babi juga sulit dibedakan tanpa menggunakan mikroskop. Secara kasar hanya warna
yang digunakan untuk membedakan gonad. Misalnya pada Bulu Babi Paracentrotus
livindus, gonad jantan berwarna kuning sedangkan betina berwarna orange.
Dalam penelitian Gunarto dan Setiabudi (2002) di perairan Pulau Barang
Lompo, Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, didapati ukuran Bulu Babi
terbesar memiliki kisaran tinggi cangkang 50-61 mm, diameter cangkang 86-94 mm,
berat total 148-331 g. Sedangkan ukuran Bulu Babi terkecil dengan ukuran tinggi
cangkang 27,2-36,4 mm, diameter cangkang 47,4-66,0 mm, dan berat total
41,4-110,9 g.
Bulu Babi termasuk
organisme yang pertumbuhannya lambat. Umur, ukuran, dan pertumbuhan tergantung
kepada jenis dan lokasi. Chen dan Run (1988) dalam Tuwo (1995) diacu
dari Ratna (2002) melaporkan bahwa Bulu Babi jenis Tripeneuste gratilla
yang dipelihara di laboratorium di Taiwan mengalami metamorfos pada umur 30
hari. Pertumbuhan Tripneustes gratilla sangat cepat pada awal
perkembangannya, tetapi jumlahnya terbatas. Hal ini diduga erat kaitannya
dengan banyaknya predator yang dialami oleh hewan berukuran kecil. Setelah
mencapai umur tertentu, cangkangnya sudah cukup kuat sehingga jumlah predator
yang dapat menyerang dan memecahkan cangkangnya berkurang. Bulu Babi mempunyai
banyak predator, yaitu berbagai jenis ikan, termasuk hiu, anjing laut, lobster,
kepiting, dan gastropoda (Kenner 1992; Tegner dan Dayton 1981 dalam Tuwo
1995). Hal ini juga menyebabkan rendahnya densitas Bulu Babi. Predator utama Bulu
Babi jenis Diadema setosum adalah ikan Buntal (Tetraodon) dan
ikan Pakol (Balistes) yang mempunyai gigi yang kuat dan tajam yang dapat
mematahkan duri-duri dan mengoyak cangkang Bulu Babi (Nontji 2005). Mortalitas Bulu
Babi umumnya sangat tinggi (Ebert 1975 dalam Tuwo 1995). Secara umum di
alam Bulu Babi dapat mengalami kematian massal pada suhu 34-40˚ C .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar