Dalam tiga dekade terakhir ini banyak
negara-negara sedang berkembang (developing
countries) menaruh perhatian besar terhadap industri
pariwisata. Hanya sangat
disayangkan, di antara banvak program yang direncanakan tidak dipertimbangkan
matang, apalagi keuntungan yang akan diperoleh dibandingkan dengan kerusakan
yang mungkin ditimbulkan oleh pariwisata sebagai suatu industri. Suatu laporan
yang ditulis oleh Estoril Seminar mengatakan:
Dalam hal mencari tempat-tempat
untuk bersenang-senang, ada kecenderungan pada negara-negara udang berkembang
untuk menjadikan cahaya matahari (sunshine), laut (sea), pantai (shore), dan
pasir (sands) atau “4 S"
sebagai daya tarik untuk berkunjung ke daerah tersebut. Dengan cara demikian
pembangunan pariwisata menjadi suatu yang mudah untuk mendorong pembangunan
ekonomi, yaitu dengan hanya mengeksploitasi keindahan alam untuk mengatasi
kesukaran dalam defisit neraca pembayaran yang dialaminya.
Sering terjadi negara-negara berkembang mengharapkan hasil yang
banyak dari industri pariwisata, akan tetapi menghadapi berbagai masalah dalam
menggarapnya. Negara-negara yang secara geografis jauh terpencil dari negara
yang penduduknva mempunyai pendapatan per kapita tinggi, mempunyai alam dan
iklim yang menvenangkan, akan tetapi tidak mempunyai fasilitas untuk dapat
memberikan pelayanan yang baik pada wisatawan. Negara semacam ini pasti akan
menghadapi kesukaran bila tetap berkeinginan untuk mengembangkam pariwisata
sebagai suatu industri.
Dewasa ini pembangunan ekonomi pada kebanyakan negara-negara
berkembang kelihatan lebih banyak ditujukan untuk mendirikan industri yang
dapat menghasilkan barang-barang modal, namun sangat disangsikan
keberhasilannya, karena kualitas barang dan harga yang ditawarkan tidak bisa
bersaing dengan pasar luar negeri. Hal ini tidak lain disebabkan:
- Biaya produksi relatif masih tinggi, tidak bisa bersaing dengan barang-barang impor yang mempunyai mutu yang lebih baik dan harga lebih murah.
- Kebanyakan para pengusaha di negara-negara berkembang tidak banyak mengetahui sektor-sektor ekonomi apa yang masih perlu dikembangkan bagi negaranya (karena yang lain dinggap sudah jenuh).
- Kurangnya tenaga ahli, sempitnya pemasaran dan rendahnya daya beli penduduk, merupakan suatu rintangan untuk menggalakkan pembangunan selanjutnya.
Bagi negara-negara berkembang atau
DTW yang berkeinginan membangun industri pariwisata di daerahnya, maka
kebijaksanaan pembangunan pariwisata yang berimbang ini harus diterapkan. Pariwisata
sebagai industri dapat digolongkan sebagai industri ketiga (tertiary industry), peranannva cukup menentukan dalam
menetapkan kebijaksanaan tentang kesempatan berusaha (business opportunities), kesempatan kerja (job opportunities), kebijaksanaan perpajakan, izin usaha
dan baugunan, pendidikan, lingkungan hidup, cagar budaya, standar kualitas
produk, jadwal perjalanan, hotel dan pesawat udara, dan angkutan wisata
lainnva.
Sementara ini ada kalangan yang
mengkhawatirkan masuknva investor asing ini, karena bukan tidak mungkin
kegiatan ekonomi, khususnya dalam industri pariwisata, akan dikuasai oleh para
investor asing ini. Kebijaksanaan mengundang
investor asing itu, harus dilihat dari keterbatasan modal untuk investasi.
Aspek lain yang juga dianggap penting dalam kebijaksanaan ekonomi
bahwa pembangunan ekonomi suatu daerah secara regional dapat dengan mudah
dikembangkan melalui pengembangan pembangunan industri pariwisata, terutama
dalam menghadapi timbulnya urbanisasi, mengalirnya pencari kerja ke kota-kota
besar sedikitnya dapat dihindarkan, karena banyaknya proyek-proyek wisata di
daerah. Namun biasanya manajemen proyek terbentuk pada rendahnya tingkat
pendidikan penduduk setempat, sehingga masih terpaksa mendatangkan tenaga profesional dari kota-kota besar.
Bila ini yang terjadi timbullah kecemburuan sosial dan kalau tidak
ditangani sccara bijaksana proyek yang dibangun bisa gagal, karena tidak
didukung oleh masvarakat lokal. Idealnya pengembangan pariwisata itu hendaknva
dapat memberi keuntungan bagi investor, kesenangan dan kenikmatan bagi
wisatawan, serta kesejahteraan dan kemakmuran bagi penduduk setempat.
Selain itu satu hal yang perlu pula kita sadari bahwa harga atau
nilai yang diharapkan dari pariwisata, tidak hanya dilihat dari sisi investasi
untuk kepentingan industri pariwisata saja sebagai sumber perolehan devisa. Akan tetapi, hendaknva juga
dilihat dari sudut lain yang bersifat non-moneter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar